Jumat, 08 Oktober 2021

Aksi Nyata Modul 3.1- Pengembilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

                     Modul 3.1- Pengembilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

  A.PERISTIWA (FACT)

        Latar Belakang

Menurut KI Hajar Dewantara Pendidikan merupakan tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyrakat ,KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya.Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Pendidikan yang dimaksudkan salah satunya adalah di sekolah. Sekolah sebagai instansi resmi yang memiliki peraturan yang harus ditegakkan untuk menciptakan karakter disiplin siswa. Namun peraturan juga dapat menciptakan masalah bagi siswa dan orangtua jika terlalu kaku tanpa memandang secara moral. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengambil keputusan yang terbaik. Jikapun keputusan tersebut tidak bisa menyenangkan semua orang, sekurang-kurangnya keputusan tersebut tidak merugikan banyak pihak.

Berdasarkan surat Edaran dari Bupati Kabupaten Bengkalis yang menyatakan bahwa sekolah diperbolehkan menyelenggarakan kegiatan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) maka terdapat juga peraturan tambahan yang harus dibuat sesuai dengan protokol kesehatan yang diminta pemerintah. Terdapat juga peraturan sekolah yang mengharuskan siswa agar mengurangi naik kendaraan umum jika akan berangkat sekolah demi kenyamanan semua warga sekolah. Di dalam peraturan sekolah juga tertulis bahwa siswa SMP tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan sendiri untuk datang ke sekolah.

Permasalahan yang muncul

Seorang  siswa yang tinggal di daerah pedalaman, kurang lebih 12 kilometer dari sekolah mengendarai sendiri sepeda motornya. Anak tersebut bernama Risky. Risky berangkat ke sekolah mengenderai sepeda motor sendiri bersama dengan adiknya kelas 4 SD. Sementara peraturan sekolah, siswa tidak diperbolehkan mengendarai sepeda motor sendiri jika berangkat ke sekolah. Saya sebagai wali kelas sudah berkomunikasi dengan orangtua Risky ternyata orangtuanya tidak bisa mengantar karena harus bekerja. Bahkan Risky masih punya adik 3 orang yang masih kecil yang tidak bisa ditinggalkan di rumah. Orangtua Risky memiliki harapan yang sangat besar agar Risky bisa bersekolah di SMPS Santo Yosef. Saya juga sudah menanyakan apakah memungkinkan untuk naik ojek bulanan namun orangtua mengatakan akan membutuhkan tambahan biaya dan itu sulit karena kondisi ekonomi keluarga. Jika sekolah tetap menegakkan aturan maka siswa tersebut akan jarang hadir di sekolah bahkan tidak akan ke sekolah. Apa yang harus dilakukan wali kelas dalam menghadapi situasi ini? Apa yang dilakukan sekolah dalam menegakkan peraturan?

                        Gambar siswa mengendarai motor sendiri ke sekolah

Alasan Melakukan Aksi Nyata

Kasus di atas merupakan dilema etika. Saya sebagai wali kelas harus memilih apakah tetap menegakkan peraturan sekolah dengan resiko anak akan jarang/tidak hadir ke sekolah. Saya merasa cemas dengan perkembangan belajar Risky jika dia tidak hadir di sekolah karena larangan mengendarai sepeda motor sendiri. Begitu juga tekanan guru-guru yang selalu menegur Risky sehingga Risky merasa tidak nyaman berada di sekolah. Saya ingin membantu siswa dengan segala kondisi dan tantangannya agar dapat tetap bersekolah di sekolah yang diharapkan orangtua yaitu di SMPS Santo Yosef. Saya juga ingin menjalin komunikasi dengan rekan sejawat agar tidak terlalu memojokkan siswa tersebut dengan permaslahan yang dihadapi, yaitu melanggar aturan sekolah dengan mengendarai sepeda motor sendiri. Sebagai guru harus serentak menjalin komunikasi yang baik terhadap siswa agar siswa tidak merasa terlalu disalahkkan. Guru harus mengayomi dan serentak membantu siswa.



Gambar CGP dan rekan guru berbagi modul Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Gambar majelis guru melakukan rapat membicarakan dilema etika yang terjadi




Gambar Guru melakukan diskusi dengan siswa membahas permasalahan dilema etika


Gambar guru melakukan komunikasi dengan orangtua siswa

Hasil Aksi Nyata

-Dengan menjalin komunikasi dan berdiskusi bersama rekan guru dan kepala sekolah, saya mengetahui kondisi keluarga Risky yang memiliki adik masih kecil-kecil, orangtua harus bekerja, dan letak rumah sangat jauh dari sekolah dan di daerah pedalaman

- Risky diperbolehkan membawa dan mengendarai sendiri sepeda motornya jika akan berangkat ke sekolah

- Orangtua berkomitmen dan selalu berusaha jika memungkin bisa mengantar akan mengantar, dan berusaha mencari bantuan keluarga yang tidak memiliki kesibukan agar bisa mengantar dan menjemput Risky.

- Semua guru berkomitmen memberi perlakuan khusus pada Risky dan jikapun masih ada anak yang kondisinya mirip bahkan lebih parah dari yang dialami Risky juga diberi perlakuan khusus

-  Risky merasa senang dan nyaman datang ke sekolah serta selalu hadir ke sekolah

Hasil tersebut diperolah dari pengambilan dan pengujian keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9  langlah pengambilan dan pengujian keputusan, yaitu :

  1. Mengenali nilai yang bertentangan : Nilai keadilan vs kasih sayang

Keadilan terhadap semua siswa dalam penerapan peraturan sekolah atau rasa kasih sayang terhadap Risky yang memiliki kondisi keluarga dan lokasi yang berbeda dengan siswa pada umumnya

 2. Yang terlibat : Risky, orangtua Risky, wali kelas, kepala sekolah, dan rekan guru

 3. Fakta yang relevan :

-    Peraturan sekolah

-    Kondisi keluarga Risky

-   Jarak rumah Rizky ke sekolah

-    Harapan besar orangtua yang menginginkan anaknya tetap bisa bersekolah di SMPS Santo Yosef

4. Pengujian Benar atau Salah

a.       Uji Legal : Tidak melanggar hukum

b.       Uji Regulasi : Terdapat pelanggaran peraturan sekolah

c.       Uji Intuisi : Di satu sisi ada rasa tidak adil terhadap siswa lain karena mengistimewakan Risky

d.       Uji Publikasi : Proses publikasi hanya sampai internal pihak guru dan orangtua siswa. Jika ada siswa yang mengetahui bahwa Risky mengendarai sepeda motor menuju sekolah maka guru memberikan penjelasan dan pengertian agar siswa lain tidak merasa cemburu namun belajar memahami kondisi orang lain.

e.       Uji Panutan/Idola : Idola akan memutuskan hal yang sama dengan keputusan sekolah

            Pengujian Paradigma Benar lawan Benar

5. Paradigma yang digunakan: Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

 6. Prinsip yang digunakan: Berpikir Berbasis Rasa Peduli/ Care-Based Thinking

7. Investigasi opsi Trilema:

-  Wali kelas berkomunikasi dengan orangtua Risky agar Orangtua berkomitmen dan selalu berusaha jika memungkin bisa mengantar akan mengantar, dan berusaha mencari bantuan keluarga yang tidak memiliki kesibukan agar bisa mengantar dan menjemput Risky.

-   Risky berkomitmen tetap selalu berhati-hati mengendarai sepeda motor

8. Keputusan yang diambil : Risky diperbolehkan mengendarai sepeda motor sendiri berangkat ke sekolah dengan segala komitmen yang diterapkan Risky dan orangtua beserta resiko bahwa orangtua bertanggungjawab penuh atas permintaan tersebut

 9. Refleksi Keputusan : Keputusan sudah tepat karena mempertimbangkan kondisi ekonomi, jarak, dan harapan besar orangtua untuk menyekolahkan anaknya di SMPS Santo Yosef namun Risky dan orangtua tetap menjalankan komitmen dan bertanggungjawab penuh atas permintaan dan harapan mereka.

B.Perasaan ( Feeling)

Saya merasa senang dan legah telah melakukan pengambilan dan pengujian keputusan bersama rekan guru, orangtua, dan siswa. Ternyata saya mampu menerapkan atau melakukan aksi nyata pada modul ini dengan mengutamakan kepentingan siswa (berpihak pada murid). Saya juga merasa senang karena mampu menjalin komunkasi yang baik terhadap murid, rekan guru dan orangtua walaupun dihadapkan pada suatu dilema.



Gambar guru dan murid dengan perasaan senang setelah menyelesaikan dilema etika.

C. Pembelajaran (Findings)

Komunikasi yang baik dan penelusuran lebih dalam untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi akan memberikan ruang dan waktu pengambilan keputusan (pentingnya menjalin komunikasi yang baik)

Pentingnya pengambilan dan pengujian keputusan dengan mempertimbangkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang bertanggungjawab karena hal ini dapat membantu pihak sekolah dan guru dalam menghadapi situasi dilema etika.

D. Penerapan ke depan (Future)

Pengambilan keputusan yang telah saya dan pihak sekolah lakukan mungkin belum sempurna. Ke depannya jika saya menemui kasus dilema etika atau bujukan moral, saya akan terus menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan dengan lebih baik lagi saya mampu menganalisa setiap kasus dilema etika atau bujukan moral yang terjadi di sekolah.

Saya juga akan lebih terbuka dalam melihat sebuah situasi yang menantang, baik itu dilema etika ataupun bujukan moral sehingga keputusan yang diambil tepat, cepat, bijaksana, dan selalu berpihak pada murid.


Oleh : Ervides Samosir, CGP Angkatan 2 Kabupaten Bengkalis
Sekolah Asal : SMPS Santo Yosef







Jumat, 01 Oktober 2021

 

Koneksi Antar Materi 

Modul 3.2.a.9 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

Sintesis Berbagai Materi

Kesimpulan tentang apa yang dimaksud dengan “Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya” dan bagaimana Anda bisa mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat.

Pemimpin pembelajaran tidak hanya mencakup di lingkungan lokal akan tetapi pendidik yang mampu juga memimpin secara global. Yang tidak hanya mengelola dan memanage kelas-kelas akan tetapi memberikan kontribusi positif terhadap perubahan di lingkungan sekolah.

Seorang pendidik dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin pembelajaran harus dapat mendesain program pembelajaran yang efektif. Untuk itu hal yang dapat dilakukan oleh pemimpin pembelajaran adalah mengelola sumber daya yang ada di sekolah dan sekitarnya untuk dapat dijadikan sebagai keunggulan sekolah dalam rangka mendukung perwujudan visi dan misi sekolah. Artinya pemimpin pembelajaran harus dapat mengenali, memahami, dan memanfaatkan sumber daya biotik dan abiotik yang ada di sekolah dan sekitarnya secara terpadu demi terbentuknya kegiatan yang dapat meningkatkan dan memaksimalkan potensi komunitas sekolah.

Pemimpin pembelajaran dalam mengelola sumber daya, lebih penting menggunakan pendekatan berbasis aset/kekuatan karena pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan ini juga menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi berdaya guna.

Pemetaan aset/kekuatan termasuk hal utama dalam mengelola sumber daya di sekolah. Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama yaitu:

1.      1. Modal manusia

Sember daya manusia yang berkualitas atau manusia yang memiliki kecakapan. Misalnya kecakapan memimpin sekelompok orang dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok. Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan.

2.       2. Modal Sosial

Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.

Asosiasi adalah suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi untuk tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya.

3.       3. Modal Fisik

Terdiri atas dua kelompok yaitu: bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan. Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.

4.       4. Modal Lingkungan/alam

Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi,  udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya. Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk beternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun dan sebagainya.

5.       5. Modal Finansial

Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas. Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal. Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.

6.       6. Modal Politik

Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.

Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayan listrik atau air.

7.       7. Modal agama dan budaya

Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain)

Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkain ide, gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup berkembang dalam sebuah ruang geografis.

Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan tetapi juga perilaku atau amalan

Ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya.

Berdasarkan deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin dalam pengelolaan sumber daya adalah kompetensi yang dimiliki individu dalam mengidentifikasi, mengelola, dan memanfaatkan aset/potensi/kekuatan yang ada di sekolah untuk mendorong tercapainya visi misi sekolah untuk menciptakan iklim belajar dan ekosistem pendidikan yang berpusat pada murid.

 

Bagaimana hubungan pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi berkualitas?

Pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas. Hal ini sangat tergantung bagaimana cara pandang pemimpin dan bagaimana pemimpin melibatkan atau memanfaatkan kekuatan positif yang dimiliki oleh unsur biotik dan abiotik yang dibutuhkan dalam setiap pembelajaran. Jika seorang pemimpin betul-betul mampu mengenali, memahami, dan mengorganisasi serta menggunakan kekuatan positif yang dibutuhkan maka pembelajaran murid yang berkualitas dapat diraih dengan mudah.

Bagaimana materi ini juga berhubungan dengan materi lain yang Anda dapatkan sebelumnya selama mengikuti proses pelatihan Guru Penggerak

·         Kaitan dengan Modul Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Sebagaimana pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan sebagai sebuah proses “Menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat”. Maka, sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya sekolah, seharusnya memanfaatkan seluruh kodrat alam dan kodrat zaman yang ada sebagai sebuah kekuatan aset yang dimiliki untuk mendorong sebuah agen perubahan transformasi pendidikan dalam mewujudkan merdeka belajar  bagi murid dan guru.

·         Kaitan dengan Modul Nilai dan peran Guru Penggerak

Profil pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, berkebhinekaan global, bergotong royong, serta kreatif akan tercapai dan tertanam dalam jiwa dan perilaku murid jika warga sekolah sebagai faktor biotik sekaligus modal manusia bergerak bersama menanamkan serta membiasakan dalam tingkah laku mereka. Pemimpin mempunyai peran yang urgen untuk memaksimalkan modal manusia dalam menciptakan profil pelajar pancasila dengan mengimplementasikan nilai-nilai guru penggerak seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid.

·         Kaitan dengan Modul Visi guru Penggerak

Visi guuru penggerak menciptakan murid yang merdeka dan sekolah yang berpihak pada murid terwujud di bawah pimpinan yang mampu menciptakan kondisi tersebut. Pemimpin harus mampu menyusun visi yang terukur, jelas dan mampu mengakomodir segala kepentingan serta menciptakan pendidikan yang berpihak pada murid dengan mengidentifikasi dan memanfaatkan segala sumber daya (aset) yang dimiliki sekolah. Pemimpin menerapkan inkuiri apresiatif (IA) dengan tahapan BAGJA untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki dalam melakukan perubahan positif yang diharapkan. Sehingga nantinya menjadi pembiasaan yang membentuk budaya positif sekolah.

·         Kaitan dengan Modul Pembelajaran Berdiferensiasi, Sosial emosional, dan Coaching

Pendidik adalah pemimpin pembelajaran yang mengkreasi setiap murid untuk memiliki keleluasaan emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Keleluasaan tersebut tertanam dan terbiasa dalam diri murid sebagai bentuk dari perwujudan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas atau di lingkungan sekolah yang mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional. Pembelajaran yang mempertimbangkan dan memperhatikan kebutuhan belajar murid baik dari kesiapan, minat, dan profil belajar murid. Pembelajaran yang menyenangkan yang menjadikan murid mampu menggali dan mengendalikan emosi yang terjadi pada diri sehingga terbentuk pribadi-pribadi yang mumpuni. Tercapainya itu semua karena peran pemimpin yang mampu mengelola potensi yang ada pada diri setiap murid. Pemimpin yang mampu memaksimalkan keunikan aset/kekuatan yang dimiliki murid. Pemimpin yang mampu menciptakan kebermaknaan dalam belajar. Pendidik sepantasnya mampu menciptakan situasi yang mendorong murid untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan memperhatikan sosial emosional murid. Proses yang dilakukan untuk mengembangkan potensi-potensi murid adalah dengan melakukan praktik coaching. Pemimpin pembelajaran yang selalu menggali dan menemukan setiap potensi untuk menyelesaikan setiap permasalahan dengan kekuatan/sumber daya yang ada pada diri murid. Pendidik hanya mengarahkan dengan pertanyaan efektif dan komunikasi asertif untuk mengembangkan potensi secara maksimal.

·         Kaitan dengan Modul Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Setiap individu pernah mengalami situasi yang berada di antara dua pilihan benar. Pilihan yang secara moral keduanya dapat diambil, namun mengharuskan individu tersebut memilih salah satu keputusan yang paling tepat, yang disebut dilema etika. Tak terkecuali pemimpin pasti dihadapkan dengan permasalahan yang menuntun untuk mengambil keputusan tepat dengan resiko seminimal mungkin.

Dalam pengambilan keputusan pemimpin harus menggali sumber daya yang ada yang dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk memilih keputusan yang tepat. Penentuan keputusan dengan melakukan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan dengan menyelaraskan terhadap sumber daya yang dimiliki.

 

Bagaimana hubungan antara sebelum dan sesudah Anda mengikuti pelatihan terkait modul ini, serta pemikiran apa yang sudah berubah di diri Anda setelah mengikuti proses pembelajaran dalam modul ini.

Sebelum mempelajari modul ini, saya selalu dihadapkan pada masalah yang memerlukan pengambilan keputusan yang tepat untuk menyelesaikannya baik mengenai murid atau hal lain terkait dengan program sekolah. Situasi tersebut cenderung saya sikapi dengan memandang kekurangan yang ada. Kemudian mencari alternatif pemecahan masalah. Dengan llangkah tersebut seringkali ditemui kendala-kendala yang tidak dapat diatasi sehingga pemecahan masalah cenderung kurang berhasil. Namun setelah mempelajari modul ini, saya berpikir bahwa lebih baik menggunakan pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking). Pendekatan ini membawa kita untuk selalu berpikir positif dan memanfaatkan seluruh aset/kekuatan yang ada sehinggaa program yang akan dikembangkan sangat memungkinkan menuai keberhasilan yang optimal.

 

Demikian. Semoga bermanfaat bagi pembaca.
Ervides Samosir, CGP Angkatan 2 Kabupaten Bengkalis


Senin, 13 September 2021

Koneksi Antar Materi Modul 1.3.a.9

Pandangan Ki Hadjar Dewantara dengan filosofi Pratap memiliki pengaruh terhadap bagaimana pengambilan sebuah keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang diambil 
Ki Hadjar Dewantara menyampaikan bahwa pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Di dalam melaksanakan pembelajaran seorang pemimpin (guru) harus menerapkan sistem among (menuntun) agar mampu mendorong tumbuh kembang potensi siswa. Guru sebagai pemimpin pembelajaran juga harus selalu berpedoman pada Pratap Triloka KHD yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tutu Wuri Handayani. Kaitannya dengan pengambilan keputusan yaitu seorang pemimpin (guru) harus mampu mengambil sebuah keputusan yang tepat, arif, bijaksana, dan berpihak pada murid. Seorang pemimpin (guru) harus mampu membangun semangat orang-orang yang dipimpinnya (siswa). Seorang pemimpin (guru) harus mampu memberikan motivasi kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat mengembangkan minat, bakat, dan potensi yang dimiliki. Di dalam mengambil sebuah keputusan dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan, seorang pemimpin (guru) harus selalu menyelaraskan dengan visi dan misi yang telah disusun dan disepakati bersama agar apa yang diputuskan jelas dan terarah. Utamanya dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid sehingga terwujud merdeka belajar. 

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan 
Ketika kita dihadapkan pada kasus yang mengharuskan pengambilan keputusan maka sangat diperlukan nilai-nilai yang tertanam dalam diri agar keputusan yang diambil dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman terutama bagi murid. Nilai-nilai positif yang tertanam dalam diri guru akan membimbing dan mendorong pendidik untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai positif tersebut seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntun kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada di situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar. 

Kegiatan terbimbing yang dilakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam proses pembelajaran, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil dan pengambilan keputusan yang efektif 
Dalam aspek pembelajaran di kelas, guru sebagai pembawa agen perubahan harus bisa mengetahui kebutuhan belajar murid sekaligus sebagai contoh yang baik bagi siswa memahami karakter belajar siswa serta kondisi sosial emosional sebagai pemimpin pembelajaran di kelas. Coaching menjadi salah satu proses yang dilakukan guru untuk membuat keputusan yang tepat dan efektif dalam menggali potensi murid. Coaching membantu guru menjalankan proses menuntun murid mendapatkan kemerdekaan belajar dan meningkatkan potensi yang dimilikinya. Eksplorasi potensi murid terjalankan dalam proses coaching. Pengambilan keputusan yang tepat dengan resiko yang sekecil-kecilnya terlaksana dengan coaching. Keterampilan coaching akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil dan melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik. Terdapat peran guru sebagai coach untuk membangkitkan potensi murid apalagi jika masalah yang dihadapi termasuk dilema etika atau bujukan moral. 

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik 
Mengutamakan dan keberpihakan kepentingan murid dapat tercipta dari seorang pendidik yang mampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang, maka pendidik mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema atau bujukan moral. Jika nialai-nilai yang dianut adalah nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggungjawabkan, begitu juga sebaliknya. 

Dampak pengambilan keputusan yang tepat terhadap terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman 
Pengambilan keputusan yang tepat sebagai pemimpin pembelajaran tentunya akan berdampak positif, aman, dan nyaman apabila kita bisa melihat kondisi saat di mana kita akan mengambil sebuah keputusan. Proses yang bisa dilakukan untuk mendapatkan keputusan yang tepat tersebut adalah dengan melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusn tersebut memberikan keyakinan kepada kita bahwa keputusan yang diambil mampu mengcover seluruh kepentingan dan harapan berbagai pihak yang terlibat dan dilibatkan dalam kasus atau masalah yang dihadapi. Sehingga dengan keputusan yang tepat tersebut dapat menciptakan lingkungan yang kondusif, positif, nyaman, dan nyaman. 

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika serta masalah perubahan paradigma di lingkungan sekolah. 
Dalam mengambil keputusan yang tepat, kita sering dihadapkan dengan berbagai kesulitan yaitu : • Keterbatasan pengetahuan dan pengalaman menjadi salah satu kendala/kesulitan pribadi yang muncul • Terkadang pengalaman pahit sebelumnya akan mempengaruhi pengambilan keputusan di masa selanjutnya • Kekhawatiran akan keputusan yang tidak tepat menjadi kesulitan tersendiri dalam pengambilan keputusan • Ketidakcermatan dalam mengidentifikasi fakta dan informasi awal akan mempengaruhi ketepatan keputusan yang diambil • Perbedaan sudut pandang setiap orang dalam mengambil keputusan suatu kasus yang sama menyebabkan sulitnya mendapatkan kesepakatan keputusan.

Pengaruh pengambilan keputusan terhadap pengajaran yang memerdekakan murid-murid. Salah satu tujuan yang dicanangkan pemerintah pada program guru penggerak yakni merdeka belajar. Setiap keputusan yang diambil membutuhkan penyelesaian yang berpihak dan mengangkat kepentingan murid juga sebagai bentuk proses menuntun murid untuk merdeka, berkembang, dan hidup sesuai kodrat alam dan zamannya. Kita bisa melakukan proses coaching ketika dihadapkan pada kondisi yang berhubungan dengan dilema etika dan bujukan moral. Menemukan potensi yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Sehingga keputusan yang diambil tanpa paksaan dan interpretasi dari pihak manapun. Dalam mengambil keputusan melalui proses yang memerdekan murid.

Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya 
Kehidupan atau masa depan murid tercipta dari tangan pendidik yang peduli, kreatif, dan inovatif. Maju atau mundurnya suatu generasi akan tergantung dari pendidik yang selalu memusatkan pikiran dan tenaga untuk kemajuan murid. Setiap murid itu unik, memiliki karakter yang berbeda-beda. Setiap murid membawa keanekaragaman potensi yang tidak sama satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang ada pada murid memunculkan permasalahan yang berbeda-beda pula. Keputusan yang diambil pendidik sebagai pemimpin pembelajaran dalam menyelesaikan permasalahan murid akan menentukan langkah hidup mereka selanjutnya jika tepat akan lebih menjadikan mereka tangguh, matang dan dewasa.Jika kurang tepat atau tidak tepat, pendidik sebagai pemimpin pembelajaran mampu meminimalisir kemungkinan negatif atau resiko dari ketidaktepatan keputusan tersebut sehingga murid bertumbuh sebagai manusia yang cermat, teliti, dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan jika mereka dihadapkan dengan persoalan hidup kelak. 

Simpulan pembelajaran modul 3.1 dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya. Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pebelajaran dengan modul-modul yang te;ah dipelajari sebelumnya merupakan suatu yang tidak terpisahkan untuk mencapai kemerdekaan dalam belajar pada murid. Ki Hadjar Dewantara dalam filosofinya yaitu menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah, maupun masyarakat. Selain itu, di dalam proses pembelajaran seorang pendidik harus bisa melihat kebutuhan belajar pada murid serta mengelola kompetensi sosial emosional dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Pendekatan coaching juga merupakan salah satu pendekatan yang membantu murid dalam mencari solusi atas masalah yang dialami oleh murid lewat pertanyaan pemantik saat coaching. Sebagai seorang guru penggerak juga harus mengetahui permasalahan yang dialami oleh rekan sejawat dalam proses pembelajaran dan coaching dapat menemukan jawaban atas setiap pertanyaan untuk menemukan solusi maka terciptalah budaya positif pada lingkungan belajar di sekolah dan komunitas praktisi. Para pendidik yang mampu membuat keputusan sebagai pemimpin pembelajaran merupakan cita-cita guru masa depan, dan pengambilan keputusan berdasarkan dilema etika.

Kamis, 26 Agustus 2021

2.3.a.9. Koneksi Antarmateri - Coaching

Kesimpulan dan Penjelasan Mengenai Peran Coach di Sekolah dan Keterkaitannya dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial dan Emosional Coaching adalah proses pembimbingan untuk mencapi tujuan melalui pembekalan kemampuan memecahkan permasalahan dengan mengoptimalkan potensi diri. Siswa kita di sekolah mempunyai potensi/kekuatan diri yang berbeda-beda dan tugas guru adalah memfasilitasi siswa agar mengoptimalkan potensinya. Peran coach (pendidik) di sekolah adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Dalam proses coaching, guru sebagai coach perlu memberikan kebebasan kepada siswa. Kebebasan mengutarakan perasaan dan pendapatnya. Perlu diperhatikan juga bahwa pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar siswa tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Kompetensi dasar yang harus kita miliki agar menjadi coach yang hebat adalah : - Keterampilan membangun dasar proses coaching - Keterampilan membangun hubungan baik - Keterampilam berkomunikasi - Keterampilan memfasilitasi pembelajaran Dari kompetensi yang harus dimiliki seorang coach seperti di atas, jelas sangat erat kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional. Mengapa demikian? Pembelajaran berdiferensiasi sangat memperhatikan kebutuhan siswa sesuai kesiapan belajar, minat, dan profil belajar dengan tujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan proses coaching yang juga bertujuan menyelesaikan masalah dengan menggali potensi dan memaksimalkan potensi siswa sesuai kebutuhannya. Pembelajaran berdiferensiasi dan proses coaching sama-sama memberikan kebebasan siswa sesuai kebutuhan. Pembelajaran sosial dan emosional juga erat kaitannya dengan teknik coaching karena proses coaching itu sendiri membutuhkan pendekatan sosial emosional kepada siswa. Di mana kita harus bisa membangun hubungan baik, berkomunikasi yang baik dengan siswa, dan memahami kebutuhan-kebutuhan siswa sesuai dengan keadaan perasaan siswa. Jadi dengan menguasai teknik-teknik pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial-emosional, dan coaching, guru telah siap untuk memberikan pembelajaran yang berpihak kepada siswa. Intinya bahwa pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional dan penerapan coaching, ketiganya merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Proses coaching berbeda dengan mentoring dan konseling. Proses coaching bertujuan menuntun cochee untuk menemukan ide baru atau cara mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki sementara mentoring membagikan pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya dan konseling membantu konseli memecahkan masalahnya. Model coaching yang banyak digunakan adalah TIRTA. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk melakukan teknik keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi siswa agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru juga diharpkan dalam melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah. TIRTA kepanjangan dari : T : Tujuan I : Identifikasi R : Rencana Aksi TA : Tanggung jawab Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan siswa kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Kita sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir tanpa sumbatan. Refleksi dan Kaitannya Terhadap Semua Modul Coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ belajar siswa untuk mencapai kekuatan kodratnya. Saya sebagai seorang ‘pamong’ harus dapat memberikan tuntunan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya sesuai Filosopi Ki Hadjar Dewantara. Untuk mewujudkan pembelajaran yang berppihak pada murid ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu kerja keras dan komitmen dari seorang guru untuk memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya. Salah satu caranya yaitu dengan terus mandiri, kreatif, dan inovatif agar kompetensi terus meningkat. Guru dituntut untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan belajar tiap murid yang berbeda-beda dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Guru harus bisa mengenali emosi dan membangun hubungan sosial emosional dengan murid, dan juga guru harus bisa menjadi seorang coach bagi murid-muridnya dalam rangka mengembangkan segala potensi yang ada pada murid. Guru harus mampu menerapkan teknik coaching dan ada saatnya menerapkan proses mentoring dan konseling tergantung kebutuhan murid. Untuk itu, marilah semua kita belajar dan terus belajar demi kemajuan dan perkembangan murid kita agar tercipta lulusan yang memiliki karakter profil pelajar Pancasila.

Jumat, 28 Mei 2021

Nilai dan Peran Guru Penggerak

Nilai adalah elemen terpenting dalam hidup seorang individu mengenai hal-hal benar, baik atau diinginkan. Pada hakikatnya perilaku manusia dipengaruhi oleh sebuah nilai. Disadari ataupun tidak, manusia mengandung nilai-nilai tertentu. Nilai ini adalah potensi manusia sesuai dengan individualitas dan keunikan kepribadiannya.

Nilai dan peran guru penggerak bersinergi dalam upaya mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Profil pelajar pancasila menjadi pedoman tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, yaitu Merdeka Belajar. 

Lima Nilai Guru Penggerak yaitu :

1. Nilai Mandiri, yaitu kemampuan mendorong diri untuk melakukan perubahan, untuk memulai sesuatu terkait dengan perubahan yang diinginkan terjadi

2. Nilai Reflektif, yaitu tindakan perenungan dalam menemukan kendala, hal baik, dan tindakan mengatasi kendala demi perbaikan diri/kinerja secara berkala

3. Nilai Kolaboratif, yaitu memunculkan perilaku seperti kerjasama, berkomunikasi, memahami peran masing-masing pihak dalam suatu situasi tertentu

4. Nilai Inovatif, yaitu memunculkan gagasan-gagasan baru dan tepat guna terkait situasi tertentu dan permasalahan tertentu

5. Berpihak pada Murid, yaitu melakukan segala sesuatu demi kepentingan murid dan melayani setulus hati.

1

Ilustrasi Gambaran Diri


Ilustrasi gambar diri yang telah saya buat pada gambar di atas mengartikan bahwa nilai-nilai (Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, Berpihak pada murid) yang dimiliki guru penggerak, dapat menggerakkan diri untuk tergerak dalam melakukan perannya yaitu sebagai:

1.      Pemimpin pembelajar

2.      Menggerakkan komunitas praktisi

3.      Menjadi coach bagi guru lain

4.      Mendorong kolaborasi antar guru

5.      Mewujudkan kepemimpinan murid

Nilai-nilai tersebut sebagai payung untuk siap menghadapi tantangan apapun, baik tantangan zaman, tantangan pandemi, dan lainnya. Hingga akhirnya nilai tersebut menularkan kepada murid sebuah profil yaitu profil pelajar pancasila.

Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah kemampuan guru dalam menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar anak dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat/ 

Berpusat pada murid identiknya seorang guru mampu menjadi pelayan dalam kegiatan pembelajaran dikelas , menghindari untuk memaksakan kehendak guru demi selesainya tugas guru, menghindari pencapaian materi terus menerus tanpa memperhatikan kondisi anak, menghindari melakukan  hukuman-hukuman yang akan membuat anak anak tertekan, minat belajar anak akan hilang karena dihantui dengan perasaaan tidak nyaman. Dalam setiap kegiatan pemberian hukuman dan teguran harus dipikirkan dampaknya. Memikirkan dampak dari hukuman lebih utama dari memberikan hukuman kemudian esensi dari hukuman itu kurang tercapai.

Dasar-dasar pendidikan Ki Hadjar Dewantara bahwa  guru dan siswa seperti  halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. 

Tugas guru adalah menjaga, merawat, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, kodrat,minat dan bakatnya. Inilah makna peran sebagai pembimbing pembelajaran . Jadi, inti dari peran guru sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru dengan siswa yang dibimbingnya. 

Peran guru penggerak dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, berkolaborasi dengan kesiswaan dan bimbingan konseling di sekolah itu, tentunya untuk mencari solusi positif tanpa merugikan masa depan si anak . Hal ini yang digagaskan oleh Ki Hajar Dewantara tentang bagaimana murid menjadi manusia yang merdeka. Karakter merdeka dengan tetap memelihara ketertiban dan kedamaian ditengah  masyarakat.

Dalam menerapkan nilai dan perannya untuk mewujudkan profil pelajar pancasila diperlukan strategi-strategi. Strategi ini kemudian membantu guru mengembangkan diri, mengembangkan kemampuan, dan mengembangkan kualitas karya. Strategi ini nantinya menjadikan guru mencapai gambaran diri yaitu sebagai guru yang siap menghadapi tantangan zaman, tantangan pandemi, tantangan keberagaman karakter dan latar belakang anak. Strategi yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan nilai dan perannya untuk mewujudkan profil pelajar pancasila adalah :

1. Memahami tentang nilai diri dengan analogi identitas gunung es. Guru adalah manusia yang senantiasa mampu selalu berusaha untuk menggerakkan manusia lain. Oleh karena itu guru harus terlebih dahulu sadar bagaimana dirinya tergerak, kemudian memilih bergerak dan akhirnya menggerakkan orang lain.

2. Seteleah guru memahami tentang nilai diri, guru harus update, mencari informasi-informasi terbaru khususnya dalam bidang pendidikan

3. Mengupgrade kemampuan, terbuka untuk belajar hal baru yang didapat dari perkembangan zaman

4. Sharing, mau berbagi/mengajak teman sejawat untuk saling berbagi pengetahuan/pengalaman dan ilmu demi kepentingan siswa

5. Aplikasi, melakukan pembiasaan peran serta nilai guru penggerak secara konsisten demi mewujudkan merdeka belajar.

Dalam memunculkan nilai diri guru serta melakukan perannya dalam mencapai gambaran diri tentu membutuhkan kerja keras luar biasa dan dilakukan secara konsisten. Ini bukanlah hal mudah mengingat banyaknya tuntutan guru di sekolah dalam menjalankan tugasnya, baik tuntutan pihak sekolah, orangtua siswa, bahkan keluarga sendiri dalam mensejahterakan hidupnya. Hal ini membutuhkan dukungan dari beberapa pihak yaitu:

1. Kepala Sekolah, sebagai fasilitator dan pemberi dukungan dalam melaksanakan peran dan nilai guru. Kepala sekolah membantu dalam mengontrol berjalannya nilai dan peran guru.

2. Rekan Guru, sebagai motivator, memberi motivasi/semangat, tempat berdiskusi, berkolaborasi, memberi masukan positif serta tempat berbagi pengetahuan yang dimiliki

3. Peserta Didik, sebagai mitra yaitu berpartisipasi aktif dan bersama melakukan refleksi untuk menemukan kendala dan solusi demi perbaikan

4. Diri Sendiri, sebagai eksekutor yaitu mengeksekusi segala strategi dalam mencapai gambaran diri mewujudkan profil pelajar pancasila.

Peran dan nilai guru penggerak di atas perlu mendapat perawatan agar tetap subur dan berkembang dengan baik, perlu mendapat kepedulian dari pihak, perlu mendapat semangat yang sama agar guru penggerak mampu secara optimal melaksanakan tugasnya mencapai gambaran diri yang diharapkan. Dan untuk mewujudkan semua itu, diperlukan komitmen, kesungguhan, sistem implementasi nyata semua pihak sehingga harapan tertanam profil pelajar pancasila dapat terwujud di tana Indonesia tercinta ini

(Ervides Samosir, CGP Kab. Bengkalis)