Kamis, 26 Agustus 2021

2.3.a.9. Koneksi Antarmateri - Coaching

Kesimpulan dan Penjelasan Mengenai Peran Coach di Sekolah dan Keterkaitannya dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial dan Emosional Coaching adalah proses pembimbingan untuk mencapi tujuan melalui pembekalan kemampuan memecahkan permasalahan dengan mengoptimalkan potensi diri. Siswa kita di sekolah mempunyai potensi/kekuatan diri yang berbeda-beda dan tugas guru adalah memfasilitasi siswa agar mengoptimalkan potensinya. Peran coach (pendidik) di sekolah adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Dalam proses coaching, guru sebagai coach perlu memberikan kebebasan kepada siswa. Kebebasan mengutarakan perasaan dan pendapatnya. Perlu diperhatikan juga bahwa pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar siswa tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Kompetensi dasar yang harus kita miliki agar menjadi coach yang hebat adalah : - Keterampilan membangun dasar proses coaching - Keterampilan membangun hubungan baik - Keterampilam berkomunikasi - Keterampilan memfasilitasi pembelajaran Dari kompetensi yang harus dimiliki seorang coach seperti di atas, jelas sangat erat kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional. Mengapa demikian? Pembelajaran berdiferensiasi sangat memperhatikan kebutuhan siswa sesuai kesiapan belajar, minat, dan profil belajar dengan tujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan proses coaching yang juga bertujuan menyelesaikan masalah dengan menggali potensi dan memaksimalkan potensi siswa sesuai kebutuhannya. Pembelajaran berdiferensiasi dan proses coaching sama-sama memberikan kebebasan siswa sesuai kebutuhan. Pembelajaran sosial dan emosional juga erat kaitannya dengan teknik coaching karena proses coaching itu sendiri membutuhkan pendekatan sosial emosional kepada siswa. Di mana kita harus bisa membangun hubungan baik, berkomunikasi yang baik dengan siswa, dan memahami kebutuhan-kebutuhan siswa sesuai dengan keadaan perasaan siswa. Jadi dengan menguasai teknik-teknik pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial-emosional, dan coaching, guru telah siap untuk memberikan pembelajaran yang berpihak kepada siswa. Intinya bahwa pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional dan penerapan coaching, ketiganya merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Proses coaching berbeda dengan mentoring dan konseling. Proses coaching bertujuan menuntun cochee untuk menemukan ide baru atau cara mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki sementara mentoring membagikan pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya dan konseling membantu konseli memecahkan masalahnya. Model coaching yang banyak digunakan adalah TIRTA. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk melakukan teknik keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi siswa agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru juga diharpkan dalam melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah. TIRTA kepanjangan dari : T : Tujuan I : Identifikasi R : Rencana Aksi TA : Tanggung jawab Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan siswa kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Kita sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir tanpa sumbatan. Refleksi dan Kaitannya Terhadap Semua Modul Coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ belajar siswa untuk mencapai kekuatan kodratnya. Saya sebagai seorang ‘pamong’ harus dapat memberikan tuntunan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya sesuai Filosopi Ki Hadjar Dewantara. Untuk mewujudkan pembelajaran yang berppihak pada murid ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu kerja keras dan komitmen dari seorang guru untuk memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya. Salah satu caranya yaitu dengan terus mandiri, kreatif, dan inovatif agar kompetensi terus meningkat. Guru dituntut untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan belajar tiap murid yang berbeda-beda dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Guru harus bisa mengenali emosi dan membangun hubungan sosial emosional dengan murid, dan juga guru harus bisa menjadi seorang coach bagi murid-muridnya dalam rangka mengembangkan segala potensi yang ada pada murid. Guru harus mampu menerapkan teknik coaching dan ada saatnya menerapkan proses mentoring dan konseling tergantung kebutuhan murid. Untuk itu, marilah semua kita belajar dan terus belajar demi kemajuan dan perkembangan murid kita agar tercipta lulusan yang memiliki karakter profil pelajar Pancasila.